MALANG (JPNEWS.id) – Warga RT 07 RW 04 Perumahan Tirtasari Residence di Desa Sitirejo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang menyayangkan pembongkaran tembok pembatas perumahan, Senin (13/3/2023) lalu, disaat tim perwakilan warga masih menunggu panggilan lanjutan penyidik Polres Malang.
Atas tindakan tersebut, muspika setempat menginisiasi mediasi antara warga dengan pihak pengembang yang diwakili penasehat hukumnya, Jumat (17/3) di Balai Desa Sitirejo.
Sesuai hasil rapat yang disampaikan oleh Sekretaris RT 07 Edy Kurniawan, bahwa warga mengakui hak pengembang atas pengelolaan Tirtasari Residence.
Namun, karena dianggap lalai memenuhi kewajiban mengurus perumahan, selanjutnya warga menuntut pengembang untuk memenuhi kewajiban yang selama ini ditanggung warga termasuk biaya pemeliharaan dan perbaikan kerusakan berat fasum.
Silang kepentingan antara warga dan pengembang bermula dari rencana pembangunan (tahap) unit 3. Persoalan timbul, lantaran pengembang berencana membuat akses pembangunan lewat perumahan dengan menjebol tembok pembatas.
Warga menolak karena yang dilalui cluster bukan residence atau regency. Dimana kenyamanan dan keamanan menjadi skala prioritas pengembang. Apalagi jalannya terlalu kecil jika dilewati kendaraan yang banyak.
“Ada potensi gangguan keamanan dan kenyamanan serta privilege warga. Kemudian, potensi kerusakan jalan, gorong-gorong dan fasum, potensi memperpendek umur jembatan di atas Sungai Metro sebagai akses jalan warga perumahan ke jalan umum,” ujar Edy, Senin (20/3).
Diketahui, pertemuan warga dengan pengembang telah terjadi beberapa kali. Berawal kejadian tembok longsor akibat curah hujan sekitar 12 Januari 2021 silam, dimana warga minta adanya perbaikan. Sejumlah pihak juga telah menfasilitasi mediasi, tetapi selalu berujung deadlock.
Diduga masalah keuangan menjadi penyebab buntunya negosiasi kedua belah pihak. Sementara tembok yang roboh tak kunjung diperbaiki, kini mencuat rencana pembangunan unit baru. Sehingga warga khawatir akan muncul potensi kerusakan baru.
“Pengacaranya tidak bisa menjawab pertanyaan, mengapa memilih melewati cluster Tigris, bukan jalan lain, yang hal tersebut menyalahi konsep dibangunnya cluster Tigris,” ungkap Edy mewakili Ketua RT 07 Budi Santoso.
Selanjutnya, pertemuan lanjutan akan dilaksanakan kembali, Sabtu (25/3) di tempat yang sama. “Pengembang minta warga untuk menyiapkan skala prioritas (perbaikan),” tambah Edy.
Dia pun mereka-reka, kalau misalnya pengembang menyatakan saat menempatkan orangnya di lokasi perumahan, warga tidak mau bayar iuran (pengelolaan), itu ada alasannya. “Kalau diperlukan nanti saya ceritakan,” tandas Edy.
Terpisah, penasehat hukum pengembang berinisial DIC saat dihubungi media ini untuk dimintai tanggapan atas tuntutan warga tersebut, mengaku masih berada di luar kota.
“Masih di Blitar saya Pak, lagi acara keluarga. Nanti saya telepon ya,” pesan singkatnya melalui aplikasi Whatsapp, Selasa (21/3) pagi. Namun hingga berita ini ditayangkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan, meski terus dikonfirmasi ulang. (*)