
KEDIRI, Jpnewsid – Kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Angkatan 48-49 Kediri 2023 menghasilkan 42 wartawan dinyatakan kompeten, Minggu (25/6) siang di Kampus UNP Kediri. Acara berlangsung selama tiga hari mulai 23 Juni dari inisiasi PWI Kediri.
Dari 44 peserta UKW 2023 Kediri terdapat dua di antaranya belum kompeten. “Kelas utama ada empat orang, madya 12 orang, dan muda 28 orang. Hasilnya, yang dinyatakan tidak kompeten dari kelas madya satu orang, dan kelas muda satu orang,” ucap Machmud Suhermono membacakan penilaian penguji.
Dalam kesempatan itu, Djoko Tetuko selaku delegasi PWI pusat mengingatkan, bahwa proses uji kompetensi selama dua hari (tiga hari dengan Pra UKW), itu titipan amanah. Lebih dari itu, setelah kompeten, maka teman-teman punya tanggung jawab menjaga marwah seperti yang diujikan.
“Teman-teman (kelas) muda setelah uji kompetensi ini biasakan setiap hari kesadaran untuk belajar. Karena pada (modul) 1.1 itu belajar mengetahui hal-hal yang pokok, mengerti kode etik jurnalistik dan penafsirannya, mengerti PPRA dan penafsirannya. Yang online mengerti PPMS (Pedoman Pemberitaan Media Siber) dan penafsirannya,” katanya.
Tidak sekedar itu, dalam mendalami hal-hal tugas sehari-hari, juga sudah harus membaca kode etik jurnalistik PWI, Dewan Pers, serta PPRA (Pedoman Pemberitaan Ramah Anak). “UKW ini seperti perusahaan kecil, yang (kelas) muda, madya setelah ujian itu uji kembali kecerdasannya, kemampuan tentang undang-undang yang sesuai praktiknya,” tutur Djoko Tetuko.
Menurutnya, ambil pokok-pokok yang sesuai undang-undang untuk praktik setiap hari. Seperti ketika menghadapi narasumber, ketika menghadapi pembaca, ketika pendengar (radio), pemirsa (televisi) itu, ambil tinjauan untuk online dan cetak.
“Biasakan (modul) 1.2, 1.3. Kalau redakturnya jauh bisa telepon, kira-kira ada usulan berita seperti ini. Wawancara tatap muka, doorstop 1.4, 1.5, 1.9 itu praktikkan. Jangan sampai PWI dapat komplain, pak wartawannya sudah kompeten, tapi masuk polres pakai sandal,” terangnya.
Menulis berita juga sama, materi yang dobel 1.7, 1.8, menyunting (berita) kembali. Kemudian ada 1.9 usulan publikasi. “Itu mulai melatih nilai beritanya berapa? Sehingga wartawan itu melatih value newsnya. Nanti habis kompeten, sama, mulai praktikkan,” pesan Djoko Tetuko.
Untuk kelas madya juga sama, jelas Djoko Tetuko, kalau menjadi redaktur di mana-mana itu memimpin rapat. Maka biasakan memimpin rapat, biasakan 2.2 identifikasi. “Ini musim online, kekurangannya cuma satu. Kalau media tidak menulis features, tajuk, opini, maka akan ketinggalan,” ujarnya.
Jadi, redaktur-redaktur setelah kompeten ini, seminggu tiga kali menulis features. Ia yakin orang akan mencari media itu. Sebab, medsos yang jumlahnya ribuan tidak ada satupun yang menulis features.
Apalagi, sambung Djoko Tetuko, seminggu sekali membuat investigasi yang bertanggung jawab, yang memberikan nuansa baru informasi di dunia maya, sehingga 2.7 itu penting. 2.8 analisis buat seperti kayak redaktur menerima (berita) dari wartawan, “tolong ini tambahi”. Ia menggambarkan UKW ini ibarat perusahaan media yang praktik langsung.
“Teman-teman (kelas) utama dalam memimpin rapat, setelah selesai kenapa perintah 3.4 untuk evaluasi? 2.5 koreksi. Sehingga ada tambahan otak yang sudah kompeten ini, setelah sudah menyusun, sudah final rapat, masih harus menganalisa. Termasuk dasar hukumnya, apa berita ini sudah memenuhi syarat, keseimbangan, kualitas berita dan sebagainya,” urai Djoko Tetuko.
Ia berharap setelah kompeten terutama kelas utama, bisa memimpin perusahaannya masing-masing, mewarnai masing-masing. Kemudian yang madya, membiasakan menulis tajuk, sering-sering menulis investigasi.
“Hasil survei 90% media sudah meninggalkan ranah investigasi. Padahal persaingan media di masa depan ada di features dan investigasi. Kepercayaan berita terpercaya dan seimbang, tetapi kelebihan untuk memberikan kecerdasan, menambah keilmuan seperti yang diujikan tadi, knowledge, pengetahuan (saat ini) tidak lagi diberikan kepada masyarakat,” paparnya.
Oleh karena itu, Djoko Tetuko menambahkan, bahwa skill yang ia sampaikan tadi, tidak hanya menguji. Namun, ada SPK (sadar, pengetahuan dan keterampilan) harus menjadi kinerja sehari-hari,” pungkas Ketua Dewan Kehormatan PWI Jatim tersebut. (har)