SURABAYA (JPNews.id) – Penggawa Timnas Sepak Bola Indonesia Rachmat Irianto berhasil mempertahankan skripsinya, Selasa (18/4/2023) siang di ruang sidang Gedung U4 FIKK Unesa, Lidah Wetan, Surabaya.
Tak tanggung-tanggung, Rian, biasa disapa, sidang skripsi S-1 Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR), Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK) Unesa di depan empat penguji yang luar biasa.
Mengangkat skripsi tentang Profil Atlet Sepak Bola dalam Proses Pencapaian Prestasi, Rian diuji oleh Rektor Unesa Prof Dr Nurhasan MKes, Dosen FIKK Prof (HC) Dr Zainudin Amali SE MSi, dan Dekan FIKK Dr Dwi Cahyo Kartiko MKes. Serta Ketua Sidang Mochammad Ridwan SPd MPd, yang juga koordinator Prodi PJKR.
Pada kesempatan itu, Zainudin Amali mencecar Rian dengan pertanyaan seputar dinamika atlet sepak bola baik di sesi latihan maupun saat di berlaga di atas lapangan termasuk soal perubahan posisi pemain di lapangan turut menjadi bahan pertanyaan sidang.
Perubahan posisi itu dialami Rian yang waktu di SSB Indonesia Muda (Surabaya) menjadi striker dan menjalani peran sebagai gelandang ketika terjun ke timnas dan klub profesional.
Sementara Nurhasan menyoroti bagaimana strategi pencapaian prestasi Rian di dunia sepak bola hingga bisa menembus timnas dan memperkuat Indonesia di berbagai kompetisi sepak bola internasional.
Tak lupa, Cak Hasan, sapaan akrabnya, juga mempertanyakan rencana karir Rian ke depan setelah lulus sarjana di Unesa. Berbagai pertanyaan ini dijawab tuntas Rian di hadapan keluarga termasuk ayahnya, ‘Bejo’ Sugiantoro yang turut menyaksikan jalannya sidang.
Selepas sidang, Cak Hasan mengatakan, bahwa pihaknya terus mendukung pengembangan karir lebih luas bagi para atlet Indonesia.
Menurutnya, atlet harus diperhatikan pendidikan dan masa depannya. Karena mereka sudah memberikan yang terbaik untuk daerah dan negaranya. Untuk menjadi atlet butuh seleksi yang tidak mudah, pun butuh latihan yang berjenjang.
Karena itulah, para atlet perlu diberikan apresiasi salah satunya beasiswa pendidikan.
Cak Hasan juga menawarkan beasiswa lanjut studi (S-2) kepada Rian. Alasannya jelas, kata Cak Hasan, selain sebagai apresiasi atas prestasi Rian sebagai atlet atau pemain bola profesional juga karena kontribusinya di dunia sepak bola tanah air.
Hal itu, juga komitmen Cak Hasan untuk menjamin pengembangan karir yang lebih luas bagi para atlet sepak bola atau pemain Timnas Indonesia ke depan.
“Tidak hanya S-2, tetapi juga S-3 di sini, kami siapkan beasiswa. Tugas Rian hanyalah fokus latihan dan latihan saja. Terkait pendidikan itu kami sudah siapkan formatnya yang berbeda dari sistem reguler. Istilahnya ada sistem rekognisi yang dikaitkan dengan sejumlah mata kuliah,” ucap Cak Hasan.
Dia menambahkan, tidak hanya Rian yang mendapat beasiswa kuliah di Unesa, tetapi juga ada banyak atlet dari cabor sepak bola sampai renang.
“Kemarin ada atlet renang dan mendapat delapan medali di PON itu juga kami berikan beasiswa S-2 di FIKK, bahkan kami siapkan kursi untuk menjadi dosen atau pendidik bahkan pelatih di Uneaa. Cabang apapun, bagi mereka yang berprestasi kami akan dukung sepenuhnya,” tandas Cak Hasan.
Masih Cak Hasan, atlet telah melewati sejumlah rangkaian program latihan berkelanjutan dan mereka juga memiliki banyak jam terbang menghadapi para lawan tandingnya di lapangan.
Kemampuan tersebut berharga dan hanya perlu sedikit penguatan dari aspek akademik. Ketika skill di lapangan dipertemukan dengan sport sciences (ilmu keolahragaan) menjadikan atlet sebagai praktisi plus pakar di bidangnya.
“Kita tidak ingin kemampuan atlet ini habis setelah masa latihan atau pengabdian mereka selesai di klub misalnya.”
“Nah, kita ingin kemampuan dan keterampilan mereka itu terwarisi ke generasi atau anak-anak muda lainnya bisa lewat sebagai pelatih atau dosen. Itu yang kita harapkan dan tentu ini harus by design kita bersama,” tukas Cak Hasan.
Deg-degan Dicecar Pertanyaan Penguji
Sedangkan, Rian mengatakan, bahwa kiprah dan peran atlet memang harus diteliti dan dikembangkan secara sport science agar bisa menjadi legacy bagi generasi berikutnya.
Perjalanan karir dan pencapaian prestasinya itu membutuhkan perjuangan panjang dan bahkan rencana karir sejak dini dan ini tentu berbeda dengan apa yang ditempuh dan dicapai orang lain.
“Pencapaian prestasi inilah yang saya tulis di skripsi. Ini awalnya saya runding dengan dosen pembimbing dan disepakati judul itu,” ucapnya.
Menghadapi para penguji tersebut, Rian mengaku deg-degan seperti sedang berlaga di atas lapangan. Namun, tantangan itu dibawa santai sampai akhir.
Mengenai pengerjaan skripsi, Rian membutuhkan waktu berbulan-bulan, karena harus fokus di latihan sepak bola. Skripsi itu dia kerjakan di sela-sela latihan.
“Skripsi ternyata berat dan saya pernah ada di fase menulis dihapus lagi, menulis lagi dan hapus lagi karena belum menemukan kalimat atau bagian sesuai yang diinginkan.”
“Itu yang bikin lama. Kadang pengaruhnya di mood juga. Latihan butuh tenaga, skripsi butuh sedikit konsentrasi,” ungkap Rian.
Terkait penawaran beasiswa lanjut studi di Unesa, Rian menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas apresiasi tersebut dan akan mengambilnya.
Dengan kata lain, Rian akan memanfaatkan beasiswa tersebut untuk lanjut studi S-2. Dia juga menyatakan ketersediaannya untuk mengembangkan diri baik itu sebagai pelatih maupun dosen di Unesa.
Dikatakan Rian, sepak bola itu penting dan pendidikan juga penting.
“Main bola itu kan usianya gak menentu. Mungkin usia 24 atau 25 ada kejadian yang tidak kita inginkan, karir bisa saja usai.”
“Atlet perlu adaptasi karir masa depan yang lebih baik, termasuk regenerasi atlet, salah satunya lewat pendidikan. Selain alasan itu, banyak alasan mengapa pendidikan itu penting bagi atlet,” pungkas Rian. (*/red)