SURABAYA (jpnews) – Asosiasi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Provinsi Jawa Timur (asprov) menggelar Kongres Biasa 2023 yang berlangsung di Ballroom Hotel Sheraton, Surabaya, Rabu (14/6).
Sejumlah agenda menjadi bahan pembahasan. Di antaranya laporan kegiatan tahun 2022, laporan pertanggungjawaban keuangan, program kerja 2023. Serta penetapan jadwal Liga 3 Jatim.
Namun, salah satu hasil kongres yang paling penting adalah disetujuinya penerapan kurikulum dan silabus sepak bola Jawa Timur.
Rancangan pembelajaran dan penilaian sepakbola di semua level itu disusun oleh Komite Teknik Asprov PSSI Jatim, yang dipimpin Direktur Teknik Joko Susilo, anggotanya Fachri Husaini, Uston Nawawi, Muhammad Zein Alhadad, Kurnia Sandy, Hanafing, dan dua akademisi dari Unesa, Imam Syafii dan Purnomo.
“Silabus ini disusun oleh pelatih terbaik Jatim berlisensi AFC Pro dan kandidat AFC Pro, serta akademisi yang selama ini berkecimpung di dunia sepakbola terutama sepakbola usia dini,” jelas Wakil Ketua Asprov Amir Burhannudin.
Penyusunan silabus ini bertujuan membangun filosofi dan karakteristik sepakbola di Jatim yang selama ini tak mempunyai arah yang jelas.
“Karena kita melihat kebutuhan pembinaan sepakbola di akar rumput selama ini tidak memiliki arah yang jelas, maka kurikulum itulah yang ingin kita berikan. Jadi bisa dibilang ini kurikulum praktis yang akan menjadi panduan proses pembinaan,” tutur Dirtek Joko Susilo.
Jika penyusunan silabus ini selesai disusun dan disebarkan ke seluruh daerah, PSSI Jatim akan menjadi asosiasi provinsi sepakbola yang pertama memiliki dan menerapkan kurikulum seperti ini di Indonesia.
“Di dalam kurikulum itu mencakup pembinaan sepak bola usia dini sampai junior (U-17). Sebetulnya juga ada pelajaran untuk seniornya. Jadi kurikulum itu lengkap untuk seluruh level sepak bola,” tutur Joko.
Dalam silabus tersebut juga terdapat penekanan khusus pada gaya permainan sepakbola Jatim, “Penekanannya soal bagaimana style atau gaya permainan, serta filosofi sepakbola Jatim, yang nantinya akan berbeda dengan daerah lain,” ujar legenda Arema ini.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa gaya permainan yang dimasukkan dalam silabus tersebut adalah permainan proaktif untuk menguasai bola.
“Karena tim-tim juara itu kebanyakan mengusung style bermain seperti ini, meski ada juga tim juara dengan gaya permainan reaktif, tapi tidak banyak,” jelas Joko Gethuk, panggilan Joko Susilo.
Kurikulum tersebut juga mengusung prinsip yang sesuai dengan slogan yang diberi nama CERDAS: singkatan dari cepat, efektif, respek (pada semuanya), dominan, agresif dan sport science. Jadi slogan itu sudah mencakup bukan hanya fisik dan teknik, tapi juga memaksimalkan teknologi untuk memaksimalkan kemampuan pemain.
“Di kurikulum tadi pendidikan pertama ada attitude, sikap dan perilaku pemain, serta akhlak. Berikutnya baru pelajaran sepakbola. Pelajaran ini lebih pada membentuk membangun mentalitas dan karakter pemain yang baik. Sehingga pemain-pemain Jatim bukan hanya bagus dalam bermain sepakbola, tapi juga perilakunya,” jelas pelatih asal Malang tersebut.
Joko menyebutkan, dampak nyata dari penerapan kurikulum tersebut secara normal diperkirakan terjadi pada 10 tahun sejak diterapkan. Namun jika dijalankan secara serius dan berkesinambungan, bisa jadi mulai bisa dirasakan hasilnya dalam kurun waktu tujuh sampai delapan tahun.
“Secara teori 10 ribu jam atau 10 tahun. Tapi kalau maksimal, estimasinya bisa lebih cepat. Tergantung keseriusan kita mengaplikasikan kurikulum ini,” katanya.
Mantan pelatih Persik Kediri ini optimistis, jika dijalankan dengan sungguh-sungguh, sepakbola Indonesia bisa mengejar ketertinggalan dari sepakbola dunia. Hanya saja, menurut Gethuk, yang menjadi persoalan adalah keberadaan infrastruktur yang representatif.
“Nah ini tergantung pada pemerintah dalam menyediakan fasilitas yang terbaik. Karena saat ini mereka yang memiliki infrastruktur. Sebab, dari sisi SDM, sebetulnya pemain-pemain Indonesia punya kemampuan untuk tampil baik, seperti pemain dari negara-negara lain,” pungkas Joko. (*)