SURABAYA (Jpnews.id) – Permasalahan infertilitas, pasangan susah untuk mendapatkan buah hati, faktor laki-laki dan perempuan memiliki probabilitas, atau prosentase yang sama, yakni 40:40. Sedangkan sisanya belum diketahui.
“Tapi, karena kultur dan budaya kita. Sehingga sebagian besar memang fokus ke perempuan dulu. Meski laki-laki ternyata juga punya peranan yang sama,” kata dr Eva Diah Setijowati MSi Med, Jumat (9/6/2023) malam.
Eva, sebagai dokter konselor genetik dan embriolog, lantas menyarankan kepada pasangan itu datang berdua. Dimana, nanti sama-sama memeriksa laki-laki dan perempuan untuk mencari jalan keluar, bukan saling menyalahkan.
“Tetapi, bagaimana untuk pasangan tersebut bisa mendapatkan buah hati,” tutur Dokter Eva usai Talkshow 37 tahun IVF dari Konvensional sampai PGT-A bersama dr Aucky Hinting PhD SpAnd (K), juga dirinya selaku narasumber di Atrium Grand City Mall, Gubeng, Surabaya.
Menurut data empiris yang dipunyai, bahwa memang pola hidup, gaya hidup mempengaruhi tingkat kesuburan seseorang.
“Laki-laki yang punya stres tinggi, pekerjaan yang berhubungan dekat-dekat tempat panas kayak koki. Ini mempunyai tingkat kesuburan lebih rendah ketimbang pekerjaan yang tidak terlibat seperti itu.”
“Terus sopir misalnya, kan kena panas terus kan, itu akan mempengaruhi tingkat pembentukan sperma,” tuturnya.
Selain itu, ia menambahkan, bahwa perokok, peminum alkohol, juga mempunyai peranan untuk mengurangi atau menurunkan angka kesuburan berdasarkan data empiris.
“Menurut data empiris kami sangat berpengaruh. Kami sarankan untuk mengikuti program bayi tabung, sebaiknya hidup sehat, makan teratur, tidak begadang, tidur cukup, untuk meningkatkan proses pembentukan spermanya,” imbuhnya.
Umur Ideal Menikah 24 – 25 Tahun
Pergeseran era saat ini, kebanyakan pasangan lebih mementingkan karir dulu. Harapannya, semakin mapan ke depannya, semakin lebih bagus.
“Sehingga umumnya mereka baru punya anak di atas 35 tahun. Padahal dengan bertambahnya usia dan beban kerja yang meningkat, justru akan mempengaruhi kesuburannya.”
“Karena kelelahan, stres, pola hidup tidak sehat, tidur tidak teratur, justru menurunkan angka kehamilannya,” kata dr Eva.
Sementara itu, di Indonesia, produktivitas baik laki-laki dan perempuan itu dimulai usia 25 tahun, dimana mereka minimal sudah lulus kuliah.
“Usia 24 – 25 tahun mereka mulai mendapatkan pekerjaan, seperti itu mereka mulai berani untuk berkomitmen,” terangnya.
Angka statistik, sambung dr Eva, bahwa usia 24 – 25 tahun dari sisi medis juga bagus. Karena perempuan sudah masuk akil balig, kini makin muda usia 15 – 16 tahun, kalau dulu 17 – 18 tahun.
“Jadi, ketika mereka masuk usia 25 tahun bisa dikatakan matang, baik secara organ reproduksi maupun secara emosional, umur 24 – 25 tahun ideal,” timpalnya.
Soal usia lebih tua mana, itu bergantung yang menjalani, karena ada yang bilang kalau lebih tua bisa ngemong, katanya.
“Pengalaman kami selama ini di lapangan, usia terpaut jauh juga tidak ada masalah. Saran kami di bawah 35 tahun, karena seiring bertambahnya usia, angka kecacatan (bayi tabung) semakin meningkat kalau di atas usia itu,” ungkapnya.
Untuk itu, dr Eva memberikan tips bagi yang ingin memliliki momongan. Pertama, mempersiapkan mentalnya. Kedua, aktivitas lebih diatur, serta pola hidup, dalam arti kata cukup olahraga, jangan terlalu stres, jangan terlalu banyak begadang,
“Siapkan mentalnya, karena tidak semua program berhasil ya, kalau gagal jangan mundur, jangan putus asa, tetap berusaha,” pungkasnya. (har)