SURABAYA, jpnews.id – Berawal dari persoalan kulit wajah sendiri, Fara Yulia Mufarikhah (42) pegiat PKK RT 8 RW 4 Kelurahan Jemurwonosari menciptakan sabun kesehatan dan kecantikan yang mengandung fermentasi susu sapi dan kambing (kefir).
“Dulu saya punya masalah wajah. Kemudian ketemu temen sesama agen pos. Dia (juga) bergerak di dunia kefir. Lalu mendorong saya untuk memakai produk masker kefir.”
“Dan memang ada hasilnya. Lalu coba saya pasarkan. Nah, dari situ ada yang tanya sabun. Kemudian, saya belajar membuat sabunnya,” ungkap Fara, Jumat (8/3/2024) sore di kediamannya di Jl Wonocolo Pabrik Kulit Gang 2 Nomor 1A, Surabaya.
Kala itu, ia sempat mendapatkan pembinaan UMKM di Sukomanunggal, juga mengikuti sejumlah pameran di Surabaya.
“Saya sempat off kurang lebih selama lima tahun untuk fokus ke keluarga. Namun, kini coba saya kenalkan kembali sabun ini ke masyarakat khususnya di Wonocolo (domisili sekarang,red),” terangnya.
Upaya membangun kembali UMKM sabun kefir, alumni Biologi ITS inipun mendapatkan respon positif dari kelurahan dan kecamatan setempat.
“Pihak kelurahan dan kecamatan kesini, tujuannya pertama-tama ingin mengetahui proses pembuatan sabun dan potensi UMKM sabun ini,” katanya.
Selain itu, disinyalir apabila dikerjakan dengan serius, maka sangat mungkin dapat menyerap tenaga kerja lokal.
“Harapan saya lewat edukasi, masyarakat bisa membuat sabun sehat di rumah. Karena sabun yang biasa kita pakai berbahan dasar deterjen atau SLS yang dapat menyebabkan iritasi dan kulit menjadi kering,” tuturnya.
Sementara untuk sabun kefir ini, proses pemadatannya melalui proses alamiah selama satu bulan.
“Sabun biasa membuat kulit kering. Kalau sabun kefir dapat melembutkan kulit, dan sehat,” ujar perempuan yang fasih berbahasa Inggris ini.
Proses pembuatannya cukup mudah dengan peralatan dan bahan yang ada di sekitar kita. “Bisa memanfaatkan minyak jelantah untuk jadi sabun cuci piring dan baju. Sehingga bisa mengurangi limbah jelantah di sekitar kita,” beber jebolan SMA Negeri 16 ini.
Untuk alat, terdapat mixer, cetakan, serta wadah untuk mengaduk komposisi bahan. Termasuk timbangan digital. “Adonan yang komposisinya tidak tepat, juga proses aduk yang kurang, maka hasilnya bisa pecah. Mirip bikin adonan kue,” jelasnya.
Hasil sabun original tidak berbau. Namun, pelanggan bisa membuat pesanan dengan aroma dan kebutuhan tertentu, minimal 10 pcs.
“Bahan dasar sabun ada tiga. Minyak, soda api dan air. Sedangkan untuk minyak bisa diracik dari puluhan minyak yang ada di dunia ini. Misalnya minyak kelapa, sawit, kanola, zaitun, minyak bunga matahari, minyak jarak, Shea butter, itu bisa dikombinasikan semuanya,” ulasnya.
Fara menambahkan, bahwa untuk kelebihan sabun itu ditentukan oleh minyak dan bahan tambahannya.
“Disini saya menggunakan bahan tambahan kefir susu sapi dan kambing. Kelebihannya menambah kelembaban sabun, yang bisa menyembuhkan penyakit kulit, bikin lembab dan sehat,” urainya.
Ia mengaku sudah membuktikan terhadap bayi yang kulitnya ruam kulit bekas susu, bisa sembuh dengan pemakaian teratur.
Terkait kisaran harga pasaran, Fara mematok Rp25 ribu per biji, dengan berat 40 gram. “pesenan custom bisa menambahkan esensial oil, untuk aroma tertentu,” timpalnya.
Ia berharap sabun ini, mengedukasi masyarakat dengan bahan-bahan sederhana yang ada di rumah. Yang kedua, menggerakkan ekonomi lokal.
“Mungkin sabunnya bisa digunakan di kelas suite (presiden) hotel sekitar. Ini bisa menjadi servis khusus kepada tamu-tamu hotel. Ini bisa dibantu pemerintah (lewat program UMKM),” tandas Fara didampingi suaminya.
Ia kembali menegaskan, bahwa sabun yang diberi merek AIWA Kefir ini punya keunggulan diproduksi secara alami. “Sehingga menyehatkan karena tidak ada kimia tambahan,” pungkas lulusan SMP swasta di Jl Gadung ini. (har)